Ini Dia Pasal Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial

 

 

Media sosial belakangan ini sedang banyak mendapat sorotan terutama pasca adanya undang-undang ITE. Pasalnya di dalam undang-undang tersebut terdapat pasal pencemaran nama baik di media sosial yang jelas membuat banyak orang terperanjat. Meskipun memang tidak secara eksplisit menyebutkan media sosial tetapi tentu sudah bukan rahasia umum jika di media sosial dengan jenis apapun terdapat banyak sekali hal yang dapat dikaitkan dengan pasal yang dimaksud tadi. Hal tersebut memang kiranya wajar mengingat perihal pencemaran nama baik memang hal yang cukup sensitif karena berkaitan dengan nama baik seseorang yang tercoreng akibat aktivitas di media sosial.

Pasal Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial Berdasar UU No. 19/2016

Pasal yang dimaksud terkait pencemaran nama baik di media sosial maupun dalam ranah akses internet lainnya tepatnya adalah pasal 27 ayat 3 dari UU ITE. pada pasal tersebut ditegaskan bahwa ketentuan yang dimaksud di dalamnya berlaku untuk siapa saja yang dengan sengaja serta tanpa hak menyampaikan sesuatu di media digital atau elektronik yang bermuatan penghinaan alias pencemaran nama baik. Hal tersebut bagi sebagian orang sebetulnya sudah cukup jelas bahwa segala bentuk penyampaian di media sosial yang mengandung penghinaan alias pencemaran nama baik dapat dijerat dengan pasal tersebut. Karena secara logika apa yang disampaikan di media sosial sudah barang tentu sengaja dilakukan karena ada beberapa effort yang harus ditempuh untuk menyampaikan itu sehingga tidak mungkin tidak sengaja.

Maksudnya ketika seseorang hendak menyampaikan suatu hal di media sosial baik itu akun pribadi, akun lembaga/organisasi, akun palsu maupun bentuk akun lainnya maka pastilah apa yang hendak disampaikan itu telah ada dalam pikirannya. Karena telah ada di dalam pikirannya itulah maka pengetikan ke dalam media sosial dapat dilakukan termasuk dalam pemilihan kata hingga kalimatnya. Belum lagi setelah itu masih harus dilakukan penekanan terhadap tombol kirim atau post yang semestinya dapat dilakukan review terlebih dahulu oleh yang mengirim. Sehingga apabila ada kata atau bahkan kalimat yang berisi penghinaan maupun pencemaran nama baik, sudah hampir pasti hal itu dilakukan dengan unsur kesengajaan.

Bagi siapa saja yang melanggar ketentuan pada Pasal Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial tersebut rupanya akan menghadapi ancaman hukuman yang tidak main-main. Lebih jelasnya disebutkan dalam pasal 45 ayat 3 masih dalam undang-undang yang sama bahwa ancamannya adalah pidana penjara paling lama 4 tahun lamanya dan/atau denda maksimal sebesar 750 juta rupiah. Adanya kata “dan/atau” merujuk pada maksud bahwa hakim bisa saja menjatuhi hukuman penjara saja atau denda saja, tetapi tidak menutup ruang juga untuk memberikan hukuman penjara beserta dengan dendanya.

Kalimat “paling lama” dan “maksimal” pada ketentuan ancaman hukuman di atas juga merujuk maksud tidak boleh lebih dari itu. Artinya sangat mungkin hukuman penjara yang dijatuhkan kurang dari 4 tahun atau hukuman denda yang harus dibayarkan kurang dari 750 juta rupiah. Karena yang pasti adalah tidak akan lebih dari itu baik untuk hukuman penjara maupun hukuman untuk membayar denda. Itulah mengapa kerap kali ditemukan perbedaan vonis antara suatu kasus pencemaran nama baik di media sosial yang satu dengan kasus pencemaran nama baik di media sosial yang lain. Apalagi pertimbangan hakim yang menjatuhkan vonis jelas berbeda satu sama lain karena ada cukup banyak hal yang menjadi pertimbangan yang kadangkala tetap melibatkan unsur subjektivitas juga.

Pencemaran Nama Baik Merupakan Delik Aduan

Terkait soal pencemaran nama baik, ada hal yang kiranya sedang cukup hangat dibicarakan yakni tentang posisinya sebagai delik biasa atau delik aduan. Hal ini seringkali berujung pada perdebatan sengit yang membuat tak kunjung mendapat jawaban pasti. Beberapa bahasan yang diangkat di berbagai kanal diskusi juga demikian, karena memang pada beberapa kasus seolah hal ini merupakan delik biasa tetapi pada kasus yang lain seolah seperti delik aduan. Padahal sebetulnya jika mau digali lebih jauh cukup jelas kiranya bahwa perihal pencemaran nama baik merupakan delik aduan. Hal yang mendasarinya adalah faktor subjektif yang dapat menilai tercemar atau tidaknya nama seseorang adalah orang yang dikatakan dicemari namanya itu sendiri. Apabila yang bersangkutan tidak merasa namanya dicemarkan oleh orang lain yang disampaikan melalui media sosial, maka tidak ada kuasa pihak yang berwajib untuk menjerat orang yang disangkakan melakukan pencemaran.

Tetapi kondisi berbeda apabila yang dicemarkan nama baiknya adalah presiden maupun pejabat negara lainnya dalam konteks serangan diarahkan pada personalnya, maka hal tersebut bisa membuat perihal pencemaran nama baik ini seolah delik biasa. Pasalnya marwah dan kehormatan seorang pejabat negara haruslah dijaga dengan baik karena secara tidak langsung merupakan representasi dari negaranya. Oleh sebab itulah ada beberapa kasus yang sebetulnya tidak banyak orang yang dijerat Pasal Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial akibat melakukan hal demikian. Kiranya pembahasan mengenai perihal pencemaran nama baik di media sosial ini cukup menjelaskan bagaimana aturan terkait hal tersebut. Untuk menikmati pembahasan menarik lainnya, silahkan kunjungi Kang Sandi karena di sana ada banyak sekali bahasan yang tentu menarik untuk diikuti.

Scroll to top